Rusia Gunakan Laut Hitam untuk Ancam Dunia, Blinken Minta PBB Turun Tangan

3 min read

Pada tanggal 3 Agustus 2023 kemarin, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony Blinken, menyerukan semua negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk bersatu dalam mendesak Rusia agar berhenti menggunakan Laut Hitam sebagai alat pemerasan.

Seruan ini diutarakan oleh Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Blinken dalam sebuah pertemuan Dewan Keamanan PBB yang berfokus pada isu kelaparan dan kerawanan pangan yang disebabkan oleh konflik Rusia  yang menggunakan Laut Hitam untuk Ancam Dunia.

Rusia Keluar dari Kesepakatan Laut Hitam

Laut Hitam
Laut Hitam

Blinken mengkritik Rusia yang bulan lalu keluar dari sebuah kesepakatan yang telah mengizinkan ekspor biji-bijian Ukraina melalui Laut Hitam secara aman selama setahun terakhir. Kesepakatan yang dimediasi PBB dan Turki itu bertujuan untuk meringankan krisis pangan dunia menyusul invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022. Ukraina dan Rusia keduanya merupakan eksportir utama dalam industri biji-bijian.

Setelah keluarnya dari perjanjian, Rusia mulai menfokuskan perhatiannya pada pelabuhan-pelabuhan di Ukraina dan juga infrastruktur biji-bijian yang terletak di sekitar wilayah Laut Hitam dan Sungai Danube. Dampak dari tindakan ini adalah kenaikan signifikan dalam harga biji-bijian di pasar global.

Pemerintah Moskow telah menyatakan bahwa apabila upaya mereka untuk meningkatkan ekspor biji-bijian dan pupuk tidak mendapat kendala, mereka akan mempertimbangkan untuk menghidupkan kembali perjanjian yang terkait dengan pemanfaatan Laut Hitam.

Mengenai pernyataan Kremlin yang mengklaim bahwa mereka mengakhiri perjanjian ini karena adanya sanksi internasional yang membatasi ekspor sektor pertanian, Antony Blinken menegaskan, “Namun, dalam kenyataannya, sanksi tersebut secara eksplisit memberikan pengecualian untuk produk pangan dan pupuk.”

Antony Blinken sendiri menegaskan bahwa sanksi internasional yang diberlakukan terhadap Rusia sebenarnya tidak berlaku untuk sektor pangan dan pupuk. Ini berarti, meskipun ada sanksi-sanksi ekonomi yang dikenakan pada Rusia karena berbagai alasan seperti intervensi militer, pendudukan wilayah, atau pelanggaran hak asasi manusia, sektor pertanian seharusnya tidak terpengaruh oleh sanksi-sanksi tersebut.

Saat mereka mengabaikan upaya tersebut, Rusia justru tengah meningkatkan volume ekspor biji-bijian dengan nilai yang lebih tinggi daripada sebelumnya,” sambungnya.

Blinken melanjutkan dengan menjelaskan bahwa karena sanksi-sanksi internasional tidak berlaku untuk produk pangan, termasuk biji-bijian dan pupuk, tidak ada alasan bagi Rusia untuk menghentikan ekspor produk pertanian tersebut. Justru, Rusia dapat terus mengekspor biji-bijian dengan harga yang lebih tinggi dari sebelumnya dan memanfaatkan peluang di pasar internasional yang tetap terbuka bagi sektor pertanian.

Blinken Ajak Negara Anggota PBB Bersatu

Dari yang Dilansir oleh C-ES News, Blinken mengatakan bahwa tindakan Rusia itu merupakan contoh dari penggunaan pangan sebagai senjata perang dan kelaparan masyarakat sipil sebagai taktik perang. Ia mengatakan bahwa hal ini tidak hanya melanggar hukum internasional, tetapi juga kemanusiaan.

“Setiap anggota organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) diharapkan untuk memberikan pesan tegas kepada Moskow: ‘Itu sudah cukup,'” ungkap Blinken selama kepemimpinannya dalam pertemuan penting Dewan Keamanan PBB.

Dengan lantang ia menyatakan, “Kami menginginkan tindakan yang mengakhiri praktik penyalahgunaan Laut Hitam sebagai alat tekanan; cukuplah, jangan pernah lagi memanfaatkan kelompok yang paling lemah di dunia sebagai pion politik dan sudah saatnya menghentikan perang yang tak dapat dibenarkan ini.” Ujarannya itu terdengar di hadapan para perwakilan dari kelima belas negara anggota Dewan Keamanan PBB.

Blinken juga mengungkap bahwa hampir 90 negara telah menyokong komunike singkat yang diformulasikan oleh Amerika Serikat (AS), yang mengamanatkan komitmen bersama untuk mengambil langkah-langkah guna mengakhiri penggunaan pangan sebagai senjata dalam konflik dan untuk menghentikan praktik kelaparan penduduk sipil sebagai strategi perang.

Meskipun tuduhan telah muncul dari AS, Uni Eropa, dan berbagai negara lainnya bahwa Rusia menggunakan sumber daya pangan untuk memperburuk krisis pangan global sejak invasi Ukraina pada Februari 2022, pernyataan komunike AS ini tak menyebutkan negara tertentu secara spesifik.

You May Also Like

More From Author