Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, kekeringan musim kemarau tahun ini akan lebih parah dibandingkan musim kemarau 2020, 2021, dan 2022 serta musim kemarau 2019 karena El Nino.
Fenomena El Nino akan Datang
Ia menjelaskan, ada dua fenomena iklim yang menyebabkan curah hujan menurun, termasuk di Indonesia. Khususnya Indian Ocean Dipole (IOD). Dimana pada saat IOD positif maka suhu permukaan laut di Samudera Hindia bagian barat menghangat, sedangkan di bagian timur mendingin. Fenomena penyimpangan suhu permukaan laut di Samudera Hindia yang menyebabkan perubahan pergerakan atmosfer atau pergerakan massa udara.
Dan El Nino. Secara khusus, fenomena suhu permukaan laut yang luar biasa tinggi di Samudera Pasifik bagian tengah dan timur. Hal ini menyebabkan pergeseran potensi pertumbuhan awan dari wilayah Indonesia ke wilayah Pasifik tengah dan timur.
Hasil Pemantauan El Nino yang akan Datang
BMKG mengumumkan hasil pemantauan hingga pertengahan Juli 2023, menunjukkan 63% wilayah musiman telah memasuki musim kemarau. Di mana, melacak 10 hari terakhir bulan Juli 2023, indeks El Niño-Southern Oscillation (ENSO) memberikan nilai positif 1,14, menunjukkan bahwa intensitas terus menguat sejak awal Juli.
Gagal Panen
Dwikorita telah mewanti-wanti ancaman gagal panen di lahan pertanian akibat air hujan akibat IOD positif. Menurutnya, situasi ini mengancam akan menimbulkan kerawanan pangan nasional.
“Pemerintah daerah harus segera melakukan mitigasi dan persiapan. Lahan pertanian terancam puso, yakni gagal panen karena kekurangan pasokan air saat musim hujan. Ini akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman,” kata Dwikorita usai prediksi fenomena ekstrem. pertemuan di istana presiden. minggu lalu.
Kekeringan Parah
Menurut Pak Dwikorita, fenomena El Nino dan IOD positif saling menguatkan, membuat musim kemarau tahun ini semakin kering dan curah hujan rendah hingga sangat rendah.
Sebagian besar wilayah Sumatera, seperti Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Riau, Bengkulu, Lampung. Seluruh Jawa, Bali, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara. Daerah-daerah tersebut diperkirakan memiliki curah hujan terendah dan berpotensi mengalami musim kemarau ekstrem.
Suhu Tinggi
Lebih lanjut Dwikorita mengungkapkan El Nino juga akan memicu suhu tinggi, meski Indonesia belum mengalami gelombang panas. “Namun suhu tubuh yang mencapai 35 derajat Celcius menimbulkan masalah, sehingga harus diantisipasi,” ujarnya.
“Perhatikan bahwa suhu tinggi dapat memengaruhi kesehatan tubuh,” kata Dwikorita.
Kebakaran Hutan dan Lahan
Dwikorita mengatakan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi perhatian utama jika terjadi El Niño atau kekeringan ekstrem. Untuk itu, kata dia, sejak Februari 2023, pemerintah khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sangat mendesak pemerintah daerah untuk melakukan pencegahan.
“Karena di saat seperti ini, meski tanpa api, kebakaran bisa saja terjadi. Angin kencang, dahan kering bergesekan satu sama lain dan terbakar. Apalagi kalau ada yang membuang puntung rokok,” ujarnya.
Sejak Februari lalu, pemerintah berupaya memprediksi pasokan air minum dan penampungan air hujan, termasuk mengatur cuaca sebelum El Nino datang.
+ There are no comments
Add yours